Kamis, 12 Agustus 2010

Flixborough 1 Juni 1974

Walaupun kecelakaan yang terjadi di Flixborough Inggris ini tidak terlalu banyak memakan korban, tapi kecelakaan inilah yagn mampu merubah paradigma orang-orang terhadap Heaslth and Safety Environment. Kecelakaan yang membekas dihati manusia adalah ketika kecelakaan itu terjadi karena ulah dan kecerobohan manusia itu sendiri. Bila saja " ketidakpedulian" terhadap kata safety itu tidak dihentikan maka bisa saja korban yang jatuh berkali-kali lipat lebih banyak. Flixborough Works of Nypro Ltd. didesign untuk memproduksi caprolactam yang merupakan bahan baku nylon. Proses yang dipakai menggunakan cyclohexane yang kebetulan memiliki property seperti gasoline. Kondisi proses yang digunakan oleh flixborough adalah 155 Celcius, dan tekanan 7,9 atm. Pada kondisi itu cyclohexane berbentuk cair dan bila cyclohexane tersebut didepressurize (dikurangi tekanannya) hingga kondisi yg mirip atmosfer, maka cyclohexane tersebut akan menguap (berubah fase menjadi gas).


di flixborough terdapat 6 reaktor dipasang seri. didalam reaktor tersebut lah cyclohexane dioksidasi untuk mendapatkan cyclohexanone yang kemudian harus dioksidasi lagi untuk menghasilkan cyclohexanol.

beberapa bulan sebelum kejadian, ditemukan kebocoran dalam reaktor #5 yg akhrnya terpaksa diambil keputusan, sementara tidak menggunakan reaktor tersebut dan menyambung reaktor #4 lgsg ke #6. dg g adanya reaktor #5 maka yield yg didapat tidak sebesar yield biasanya,

tapi daripada tidak sama sekali, mereka memaksa untuk tetap menjalankan pabrik dengan apa adanya. pipa yg menuju reaktor #6 seharusnya berdiameter 28 inch tapi karena hanya pipa yg berdiameter 20 inch yang tersedia dipabrik tersebut, maka digunakanlah flexible bellows-type piping.

diperkirakan justru gara-gara pipa ini lah, kecelakaan terjadi. karena load dari reaktor yg besar, ditambah pipa yang tidak disangga dengan baik, dan sifat pipa yg flexible justru membuat pipa tersebut rusak, dan 30 ton cyclohexane terdepressurized dan menguap. 45 menit kemudian, begitu ada yang memantik, uap tersebut langsung terbakar dan menghasilkan ledakan besar dan kebakaran dimana-mana termasuk di kantor admin.

korban saat itu 28 orang mati, 36 orang luka-luka. kecelakaan ini mungkin tidak akan terjadi bila saat menginstall pipa bypass pertama kali dilakukan dengan pengkajian safety dan dengan supervisi oleh engineer khusus yang berpengalaman dibidang safety. bukannya melakukan itu, mereka para pekerja malah mendiskusikan pergantian tersebut dan menggambarnya dengan menggunakan kapur di lantai!

dan yang paling fatal adalah mereka memaksakan pergantian yang tidak sesuai standard design. dalam kecelakaan itu ikut terbakar pula 330,000 gallon cyclohexane, 66,000 gallon naphta, 11,000 gallon tolluene, 26,400 gallon benzene, 450 gallon gasoline, yg membuat pabrik itu terus menerus terbakar hingga lebih dr 10 hr, dan termasuk membakar 1821 rumah penduduk dan 167 toko dan industri kecil disekitarnya.

Rabu, 11 Agustus 2010

Masih Perlukah AMDAL?

dikutip dari blog suryaonline.

Kasus AMDAL Grand City Surabaya (GCS) yang disusun dosen Teknik Lingkungan ITS yang diprotes warga Ketabang, Surabaya, adalah cermin semakin merosotnya wibawa amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) sekaligus sebagai bukti ketidakseriusan pemerintah dan pelaku usaha di Surabaya dalam menghayati fungsi penting dokumen amdal. Dalam dokumen amdal banyak ditemukan dugaan rekayasa (Surya, 3/3).

Karena semakin memburuknya kualitas bumi tempat tinggal manusia, maka pada tahun 1972 di Stockholm, negara-negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa mengadakan konferensi lingkungan hidup, menelorkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development). Melalui implementasi konsep ini pembangunan yang sedang dan akan berjalan di muka bumi diharapkan tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang dapat mengurangi hak generasi selanjutnya akan sumber daya alam dan terpeliharanya proses ekologi.

Di Indonesia untuk meminimalkan dampak pembangunan dibuat instrumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Praktik pelaksanaan amdal saat ini masih jauh menyimpang dari semangat peraturan yang telah ditetapkan, terdapat empat kelemaham penting dalam implementasi amdal di Indonesia:

Pertama, amdal masih bersifat formalitas dan bukan masalah prinsip dan penting, sehingga tanpa amdal sebuah proyek pembangunan tetap berjalan. Pembuatan amdal GCS semata dilakukan lewat pendekatan legalistik dan tidak dipandang sebagai instrumen pengendalian.

Amdal hanya dijadikan persyaratan administratif yang meminggirkan kepentingan publik sehingga menimbulkan berbagai konflik berkepanjangan. Contoh lainnya adalah pembangunan Perumahan Bukit Mas memperoleh amdal dua tahun setelah perumahan ini dibangun (Kompas, 7/12/2005).

Padahal dalam dokumen amdal menentukan dampak penting pada lingkungan dan manusia, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Amdal adalah kajian ilmiah dampak besar dan penting pada lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. dampak besar dan penting dari suatu kegiatan ditentukan oleh enam hal, yaitu (1) jumlah manusia yang akan terkena dampak, (2) luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat kumulatif dampak, dan (6) apakah dampak yang ditimbulkan dapat terpulihkan atau tidak terpulihkan.

Kedua, masih diabaikannya partisipasi masyarakat dalam penyusunan dan persetujuan amdal. Amdal memuat prinsip-prinsip partisipatif dan transparan. Pasal 35 PP 27/1999 telah mengatur bahwa semua dokumen amdal bersifat terbuka untuk umum yang dapat diakses oleh masyarakat yang membutuhkan. Peraturan tersebut memberikan ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan dan kepentingan. Masyarakat berperan penting dalam penyusunan dokumen amdal, karena mereka akan selalu terlibat dalam empat tahapan penyusunan amdal.

a. Sebelum memulai penyusunan dokumen amdal, pemrakarsa kegiatan wajib mengumumkan kepada masyarakat tentang rencana kegiatan secara terbuka.

b. Mengundang masyarakat berkepentingan untuk memberikan masukan dan tanggapan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan.

c. Masyarakat terkena dampak wajib dilibatkan dalam proses penyusunan dokumen amdal.
d. Penilaian amdal untuk menentukan apakah suatu kegiatan layak lingkungan atau tidak, dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal yang beranggotakan pemerintah berwenang, pusat studi lingkungan hidup, tenaga ahli, dan wakil masyarakat.

Ketiga, kualitas amdal masih sangat buruk. Penyusunan amdal masih memprioritaskan kepentingan investor daripada dampak pada lingkungan. Data Bidang Tata Lingkungan, Kantor Menteri Lingkungan Hidup tahun 2006 menyebutkan Lebih dari 75 persen dokumen amdal yang dinilai oleh Komisi Penilai Amdal di kabupaten/kota berkualitas buruk hingga sangat buruk.

Salah satu penyebab buruknya kualitas amdal karena banyak penyusunan studi amdal yang tidak dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Amdal akan memberikan informasi yang relevan bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam pemberian izin usaha yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, sehingga dalam izin tersebut perlu diatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemrakarsa usaha untuk mencegah dampak kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan.

Amdal merupakan kajian ilmiah terhadap lingkungan fisik dan sosial yang sangat kompleks, maka dibutuhkan keahlian multidisiplin dalam penyusunan untuk mengidentifikasi berbagai masalah lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan.

Sungguh menjadi sebuah kejahatan pada lingkungan yang serius bila dalam penyusunan amdal tidak diberikan langkah-langkah antisipasi bila terjadi dampak lingkungan yang mengancam jiwa manusia. Tragedi underground blow out akibat pengeboran gas Lapindo Brantas Inc (LBI) adalah salah satu contohnya. Blow out pada kedalaman hampir 3.000 meter di bawah permukaan tanah di Sumur Banjar Panji 1 ini menimbulkan semburan lumpur panas yang menenggelamkan ribuan rumah warga desa di Kecamatan Porong dan Tanggulangin.

Terjadinya blow-out adalah hal yang biasa terjadi dalam kegiatan pengeboran migas, sehingga segala dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat blow-out seharusnya telah diprediksi sejak awal dalam dokumen amdal untuk mempersiapkan langkah-langkah antisipasi.

Pemerintah dan LBI seharusnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar proyek tentang adanya kemungkinan blow-out dan dampak yang akan mereka hadapi serta mempersiapkan langkah antisipasi.
Keempat, Kelemahan pengawasan implementasi dokumen Amdal.

Pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) dan Rencana Pantau Lingkungan (RPL) untuk meminimalisasi dampak lingkungan dirasakan masih sangat lemah. Di Surabaya hanya ada empat orang pengawas amdal di tengah banyaknya aktivitas pembangunan. Akibatnya banyak investor yang gemampang pada implementasi amdal.

Dokumen ini akhirnya dimanfaatkan sebagai ‘tameng’ untuk menunjukkan bahwa proyek kegiatannya telah disetujui pemerintah dan layak lingkungan.

Mereka menafikan segala kerusakan lingkungan dan kesengsaraan bagi masyarakat di sekitar proyek kegiatannya. Pelanggaran terhadap peraturan amdal sudah dianggap wajar dengan dalih untuk kepentingan pembangunan, sehingga tidak ada sanksi tegas dari instansi yang memberi izin kegiatan, bahkan pemerintah cenderung berpihak kepada kepentingan pemrakarsa kegiatan.

Perbaikan implementasi amdal harus menjadi prioritas pemerintah untuk mencegah dampak negatif pembangunan yang berdampak pada penderitaan masyarakat di masa yang akan datang.

Pemerintah harus menjadikan pelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai arus utama yang diprioritaskan dalam kebijakan pembangunan, Amdal tetap diperlukan sebagai perangkat peraturan untuk mendukung pembangunan ekonomi sekaligus melindungi kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Manusialah yang harus menyesuaikan kebutuhannya dalam mengeksploitasi alam dan memperlakukan bumi.

Bumi ini cukup memberi makan seluruh penduduk Bumi, tetapi tidak cukup bagi satu orang yang serakah.

Daru Setyo Rini Msi
Ecoton

ERGONOMI

Pendahuluan :
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul.
Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai risiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai risiko tersebut adalah
kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan dan Kecelakaan Akibat Kerja yang dapat menyebabkan
kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak
dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomik.
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi ialah
manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan
kondisi tubuh manusia ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi.
Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan
dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan
kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia.
Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk
“fitting the job to the worker”, sementara itu ILO antara lain menyatakan,
sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik
bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja
yang maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.
Ruang lingkup ergonomik sangat luas aspeknya, antara lain meliputi :
- Tehnik
- Fisik
- Pengalaman psikis
- Anatomi, utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot
dan persendian
- Anthropometri
- Sosiologi
- Fisiologi, terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, Oxygen up
take, pols, dan aktivitas otot.
- Desain, dll

Pelatihan Ergonomi
Pelatihan bidang ergonomi sangat penting, sebab ahli ergonomi umumnya
berlatar belakang pendidikan tehnik, psikologi, fisiologi atau dokter, meskipun
ada juga yang dasar keilmuannya tentang desain, manajer dan lain-lain.
Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan
kerja.

Metode Ergonomi
1. Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja,
inspeksi tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan,
ergonomik checklist dan pengukuran lingkungan kerja lainnya.
Variasinya akan sangat luas mulai dari yang sederhana sampai
kompleks.
2. Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar
pada saat diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi
meubel, letak pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli
furniture sesuai dengan demensi fisik pekerja.
3. Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif
misalnya dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit,
nyeri bahu dan siku, keletihan , sakit kepala dan lain-lain. Secara
obyektif misalnya dengan parameter produk yang ditolak, absensi
sakit, angka kecelakaan dan lain-lain.

Aplikasi/penerapan Ergonomik:
1. Posisi Kerja terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil
selama bekerja. Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang
belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada
dua kaki.
2. Proses Kerja
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan posisi
waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Harus
dibedakan ukuran anthropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja
Display harus jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata.
4. Mengangkat beban
Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang berlebihan.
a. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan ILO
sbb:
- Laki-laki dewasa 40 kg
- Wanita dewasa 15-20 kg
- Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg
- Wanita (16-18 th) 12-15 kg
b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
- Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
- Frekuensi pergerakan diminimalisasi
- Jarak mengangkat beban dikurangi
- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi.
- Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
c. Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik
dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada
dua prinsip :
- Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
- Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum
berat badan.

Metoda ini termasuk 5 faktor dasar :
o Posisi kaki yang benar
o Punggung kuat dan kekar
o Posisi lengan dekat dengan tubuh
o Mengangkat dengan benar
o Menggunakan berat badan
d. Supervisi medis

Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur.
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan
beban kerjanya
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan,
khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur.

Kelelahan/Fatique
Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi
kelelahan, dalam hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan
jenis kelelahannya, beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai
berikut :
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat
dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau
tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur
yang cukup.
2. Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya
muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.
3. Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan
sejenis “mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita
psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan
mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.
4. Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun
seseorang mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal
dibawah ini akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya
terjadi :
· Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan
ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising
· Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat
yang cukup saat makan siang.
· Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.
· Tempo kegiatan tidak harus terus menerus
· Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat
mungkin, kalau memungkinkan.
· Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam
peningkatan semangat kerja.
· Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.
· Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja
· Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya;
- Pekerja remaja
- Wanita hamil dan menyusui
- Pekerja yang telah berumur
- Pekerja shift
- Migrant.

· Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat
stimulan atau zat addiktif lainnya perlu diawasi.

Pemeriksaan kelelahan :
Tes kelelahan tidak sederhana, biasanya tes yang dilakukan seperti
tes pada kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan mata serta kecepatan
mendeteksi sinyal, atau pemeriksaan pada serabut otot secara elektrik dan
sebagainya.
Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada
hubungannya dengan masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah
ergonomi akan mempercepat terjadinya kelelahan.

Penutup :
Penerapan Ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat
bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan
sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan,
kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah
dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggungjawab
terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai peraturan,
petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin kerjasama
lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya